MAKALAH
PENYAKIT PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
DISUSUN OLEH:
RONI WAHYUDI
(110301009)
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDY AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MEGOU PAK LAMPUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah
satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor
pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan
karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa
sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi
Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa
ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk
dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas
dan kuantitas produksi kelapasawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan
dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian penyakit. (Balai
Informasi Pertanian,1990).
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi
andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa
sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain
menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga
sebagai sumber devisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia
saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit
pada tahun 1968 seluas 105.808 hadengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007
telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO
(Ditjenbun, 2008).
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di
tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan
dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu
menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu
sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Data dari Direktorat Jendral
Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan
kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847
ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami
peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan
produktifitas. Produktivitas kelapa sawit adalah 1.78 ton/ha pada tahun
2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan
kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan
produktifitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah
satu unsur pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian
hama dan penyakit.
Sektor perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian
yang berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan
perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor perkebunan dapat menjadi penggerak
pembangunan nasional karena dengan adanya dukungan sumber daya yang besar,
orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil akan dapat menghasilkan
devisa non migas dalam jumlah yang besar.
Produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya
yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan budidaya
yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu aspek
pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa
sawit adalah pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit
yang baik dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman.
1.2 . Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah hama dan penyakit tanaman perkebunan dan juga sebagai sarana bacaan
dalam pengendalian penyakit yang mengganggu pada tanaman kelapa sawit serta
mengetahui cara dan solusi untuk mengendalikan penyakit pada tanaman kelapa
sawit..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, skunder,
tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan
akar skunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar
kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar
kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman sekitar 1
meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Risza, 2008). Tanaman kelapa sawit
umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling)
terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia
(ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di
dalam tajuk daun. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat
kukuh (Sunarko, 2008). Daun kelapa sawit dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap
bulan, biasanya akan tumbuh dua lembar daun.
Pertumbuhan awal daun berikutnya akan membentuk sudut 1350.
Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah pertumbuhan
daun pupus tegak lurus ke atas dan berwarna kuning. Anak daun (leaf let)
pada daun normal berjumlah 80-120 lembar (Sastrosayono, 2005).
Tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa
dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit
mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga
betina dari
pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang
lainnya dengan perantaan angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan
daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal ini
disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin
besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan
buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastrosayono,
2005).
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya
dapat tumbuh di daerah antara 120º Lintang Utara 120º Lintang Selatan. Curah
hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian
yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam
per hari dan suhu optimum berkisar 240-380C. Ketinggian di atas permukaan laut
yang optimum berkisar 0-500 meter (Risza, 2008). Di daerah-daerah yang musim
kemaraunya tegas dan panjang, pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat
terhambat, yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada produksi buah. Suhu
berpengaruh pada produksi melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan
metabolisme dalam tubuh tanaman. Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi
menyebabkan meningkatnya produksi buah. Suhu 200C disebut sebagai batas minimum
bagi pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-230C
diperlukan untuk berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan Semangun,
2005). Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah
tropika. Persyaratan mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti
persyaratan faktor iklim.
Hal yang perlu ditekankan adalah pentingnya jenis tanah
untuk menjamin ketersediaan air dan ketersediaan bahan organik dalam jumlah
besar yang berkaitan dengan jaminan ketersediaan air (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005). Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai
tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang
jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi
akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N).Karena itu,
drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik
dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
“Tanaman dikatakan sakit bila ada
perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan
terganggunya kegiatan fisiologis sehari-hari. Secara singkat penyakit tanaman
adalah penyimpangan dari keadaan normal” (Pracaya, 2003: 320). Suatu tanaman
dapat dikatakan sehat atau normal jika tanaman tersebut dapat menjalankan
fungsi-fungsi fisiologis dengan baik, sepertipembelahan dan perkembangan sel,
pengisapan air dan zat hara, fotosintesis dan lain-lain. Gangguan pada proses
fisiologis atau fungsi-fungsi tanaman dapat menimbulkan penyakit.
Rahmat Rukmana dan Sugandi Saputra
(2005: 11) menyatakan,
Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan
normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas
atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama. Tanaman
sakit adalah suatu keaadaan proses hidup tanaman yang menyimpang dari keadaan
normal dan menimbulkan kerusakan. Makna kerusakan tanaman adalah setiap perubahan
pada tanaman yang menyebabkan menurunya kuantitas dan kualitas hasil.
Penyakit pada tanaman budidaya
biasanya disebabkan oleh Cendawan, Bakteri, Virus dan faktor lingkungan (iklim,
tanah, dan lain-lain). Cendawan dapat juga disebut jamur. Cendawan adalah suatu
kelompok jasad hidup yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena mempunyai
dinding sel, tidak bergerak, berkembang biak dengan spora, tetapi tidak
mempunya klorofil. Cendawan tidak mempunyai batang, daun, akar, dan sistem
pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi.
Bakteri adalah salah satu jenis
mahluk kecil (organisme) yang sebagian besar termasuk saprofit (numpang hidup
di dalam tubuh mahluk lain, tidak merugikan dan menguntungkan mahluk lain
tersebut). Virus adalah pathogen obligat (hanya hidup dan berkembang biak dalam
organisme hidup). Ukuran virus amat kecil (submikroskopik) dan terdiri atas
komposisi kimia, yaitu protein dan nucleic acid.
Virus bersifat parasitic dan dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit pada semua bentuk organisme hidup. Penyakit
yang disebabkan oleh faktor lingkungan biasanya diakibatkan oleh
ketidaksesuaian kondisi lingkungan tempat tanaman tumbuh dengan kondisi
lingkungan yang menjadi habitat asli tanaman, sehingga tanaman tumbuh tidak
sehat atau tidak normal. “Gejala penyakit akibat faktor lingkungan biasanya
mirip dengan gejala penyakit akibat dari mahluk hidup, perbedaannya adalah
penyakit akibat faktor lingkungan tidak menular” (Rukmana, 2005).
Penyakit tanaman yang merupakan
suatu penyimpangan atau abnormalitas tanaman amat beragam bentuknya, misalnya
keriput daun, kuning pucat, bercak-bercak coklat dan busuk. Akibatnya, tanaman
tidak mampu melakukan proses fotosintesis secara maksimal. Gangguan tersebut
menyebabkan gangguan ekonomis, berupa penurunan kuantitas dan kualitas hasil.
Semua bagian tanaman berpotensi diserang penyakit sehingga tanaman tersebut
sakit.
Tangkai bunga atau buah berubah
warna dari hijau menjadi kuning, bahkan diikuti dengan terjadinya gugur bunga
atau buah. Akar tanaman kubis-kubisan (Cruciferae) yang membengkak dan
berbintil-bintil mirip “gada” sehingga tidak mampu menghisal air dan unsure
hara merupakan pertanda diserang penyakit akar bengkak.
Setiap parasit tanaman berkembang
dalam siklus kejadian-kejadian yang berurutan dengan teratur, yakni sebagai
berikut (Rukmana, 2005):
1. Parasit
harus menghasilkan inokulum yang dapat menularkan penyakit ke tanaman yang
sehat. Misalnya, inokulum virus adalah virion, bakteri berupa sel-sel bakteri,
cendawan dengan spora, dan nematode dalam bentuk telur atau larva instar kedua.
2. Inokulum
disebarkan ke jaringan-jaringan yang peka (rentan). Proses ini disebut
“inokulasi”. Agen inokulasi dapat berupa serangga (untuk virus, bakteri,
mycoplasma, dan cendawan) atau air dan angin (untuk cendawan).
3. Parasit
harus masuk ke dalam tanaman melalui luka, bukaan alami (stomata,
hidatoda, lentisel), atau menginfeksi langsung pada tanaman.
4. Parasit
mulai memparasit dalam tanaman inangnya. Proses ini disebut “infeksi”.
Siklus kejadian di atas berulang
dengan cepat atau lambat, tergantung pada kelahiran (natality)
parasit. Oleh karena itu bila tidak dilakukan usaha pengendalian, akan terjadi
penyebaran dan ledakan hebat suatu penyakit (epidemi).
Dibawah
ini merupakan contoh penyakit penting yang menggangu tanaman kelapa sawit dan
cara pengendaliannya baik secara kimiawi maupun biologi.
1.
Busuk Pangkal Batang (Genoderma
boninense)
Biologi
Penyakit ini memiliki banyak nama di
seluruh dunia, tetapi selalu menjadi penyakit yang mematikan pada kelapa sawit.
Busuk pangkal batang kelapa sawit disebabkan oleh jamur Ganoderma. Jamur
Ganoderma lebih dikenal sebagai obat herbal di China, Korea dan Jepang.
Ganoderma tergolong dalam kelas Basidiomycetes, penyebab utama penyakit akar
putih pada tanaman berkayu dengan menguraikan lignin yang mengandung selulosa
dan polisakarida. Ganoderma dapat tumbuh dengan baik pada media buatan dengan
memproduksi organ somatif. Pengisolasiannya dapat dilakukan dengan menanam
jaringan sakit atau bagian dari jaringan korteks basidiokarp. Ganoderma yang
ditumbuhkan pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dapat tumbuh lebih baik
daripada yang ditumbuhkan di media MA (Malt Agar), MEA (Malt Extract Agar), CMA
(Corn Meal Agar), dan CDA (Czapek’s Dox Agar). Media LBA (Lima Bean Agar) lebih
baik dibandingkan RDA (Rice Dextrose Agar), sama dengan PDA.
Basidiospora akan berkecambah 30 jam
setelah dipindahkan dari permukaan tubuh buah dengan tingkat germinasi sekitar
31.5 – 64%. Ganiderma boninense dapat tumbuh lebih baik jika pada media
ditambahkan sumber karbon seperti dekstrosa, fruktosa, galaktosa, sakarosa,
maltose, laktosa dan selulosa. Pertumbuhannya juga dipengaruhi dengan sumber
nitrogen yang digunakan. Setiap isolat memberikan respon yang berbeda terhadap
perbedaan sumber nitrogen diantaranya NaNO2, NaNO3, NH4NO3, (NH4)2HPO4,
asparagin, glisin, dan pepton. Suplemen biotin dapat meningkatkan perkecambahan
basidiospora. Miselia G. boninense dapat tumbuh dan membentuk basidiokarp pada
media serbuk batang kelapa sawit, serbuk batang kelapa sawit + biotin, potongan
akar kelapa sawit, dan potongan akar kelapa sawit + biotin. Bakal basidiokarp
mulai terbentuk 30 hari setelah inokulasi, dan tumbuh sempurna setelah 90 hari.
Di Indonesia, Ganoderma boninense dapat
tumbuh pada pH 3-8.5 dengan temperature optimal 30oC dan terganggu
pertumbuhannya pada suhu 15oC dan 35oC, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 40oC
(Abadi dan Dharmaputra, 1988; Dharmaputra et al., 1993). Penyebab busuk pangkal
batang pada kelapa sawit berbeda di tiap negara. Di Afrika Selatan, busuk
pangkal batang disebabkan oleh G. lucidum Karst. sedangkan di Nigeria
disebabkan oleh G. zonatum, G. encidum, G. colossus, dan G. applanatum. Di
Malaysia, 4 spesies teridentifikasi sebagai penyebab busuk pangkal batang yaitu
G. boninense, G. miniatocinctum, G. zonatum dan G. tornatum. Jamur yang paling
sering ditemukan umumnya ialah G. boninense, sementara G. tornatum hanya
ditemukan tumbuh di pedalaman dan dataran tinggi dengan curah hujan tinggi. Di
Indonesia, G. boninense teridentifikasi sebagai spesies yang paling umum
menyerang (Abadi, 1987; Utomo, 2002).
Jamur Ganoderma tergolong ke dalam
kelas basidiomycetes. Famili ganodermataceae telah dikenal luas sebagai patogen
di banyak tanaman termasuk kelapa sawit. Jamur lignolitik umumnya termasuk
dalam jamur busuk putih yang digolongkan ke dalam basidiomycetes. Karena
itulah, jamur ini lebih aktif menghancurkan lignin dibandingkan golongan
lainnya. Komponen pembentuk dinding sel tanaman adalah lignin, selulosa, dan
hemiselulosa. Dengan demikian, untuk menyerang tanaman, jamur harus
menghancurkan ketiga komponen tersebut dengan enzim ligninase peroxidase,
selulose dan hemiselulose. Beberapa spesies Ganoderma memproduksi enzim
amylase, ekstraseluler, oksidase, invertase, koagulase, protease, renetase,
pektinase, dan selulose. Berdasarkan mekanisme infeksi, Ganoderma
diklasifikasikan kedalam jamur busuk putih. Jamur busuk putih ini
diklasifikasikan berdasarkan kecepatan dan produksi dari enzim lignolitik (Ward
et al., 2004).
G. lucidum memproduksi manganese
peroksidase (MnP), dan lakase; sama dengan enzim dari G. boninense yang
menyerang kelapa sawit tetapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Corley
dan Tinker, 2003). Jamur busuk putih memproduksi sistem lignolitik yang tidak
spesifik terdiri dari peroksidase dan lakase (phenol oksidase: LAC), yang
melakukan proses oksidasi (Peterson, 2007). Tiga peroksidase telah diobservasi
yaitu: LIP, MnP dan versatile peroksidase (VP). Biodegradasi dari komponen
selulosa tidak berbeda nyata untuk dibandingkan dengan yang dibentuk oleh
b-1,4-glucosidic, ikatan sederhana dari glukosa. Miller et al. (2000)
mengemukakan bahwa Ganoderma merupakan ‘saprobic’ dan hanya menyerang tanaman
inang yang lemah, sehingga dikategorikan sebagai parasit atau patogen sekunder.
Penjelasan lain dari jamur ialah sebagai saprofit fakultatif. Ganoderma juga
hidup sebagai endofit dalam kelapa (Abdullah, 2000).
Gejala Penyakit
Gejala awal
penyakit sulit diidentifikasi dikarenakan perkembangannya yang lambat dan
dikarenakan gejala eksternal berbeda dengan gejala internal. Sangat mudah untuk
mengidentifikasi gejala di tanaman dewasa atau saat telah membentuk tubuh buah,
konsekuensinya, penyakit jadi lebih sulit dikendalikan. Gejala utama BSR adalah
terhambatnya pertumbuhan, warna daun menjadi hijau pucat dan busuk pada batang
tanaman (Gambar 2 dan 3). Pada tanaman belum menghasilkan, gejala awal ditandai
dengan penguningan tanaman atau daun terbawah diikuti dengan nekrosis yang
menyebar ke seluruh daun. Pada tanaman dewasa, semua pelepah menjadi pucat,
semua daun dan pelepah mengering, daun tombak tidak membuka (terjadinya
akumulasi daun tombak) dan suatu saat tanaman akan mati (Purba, 1993).
Gejala ditandai dengan mati dan
mengeringnya tanaman dapat terjadi bersamaan dengan adanya serangan rayap.
Dapat diasumsikan jika gejala pada daun terlihat, maka setengah batang kelapa
sawit telah hancur oleh Ganoderma. Pada tanaman belum menghasilkan, saat gejala
muncul, tanaman akan mati setelah 7 sampai 12 bulan, sementara tanaman dewasa
akan mati setelah 2 tahun. Saat gejala tajuk muncul, biasanya setengah dari
jaringan didalam pangkal batang sudah mati oleh Ganoderma. Sebagai tambahan,
gejala internal yang ditandai dengan busuk pangkal batang muncul. Dalam
jaringan yang busuk, luka terlihat dari area berwarna coklat muda diikuti
dengan area gelap seperti bayangan pita, yang umumnya disebut zona reaksi resin
(Semangun, 1990).
Secara mikroskopik, gejala internal
dari akar yang terserang Ganoderma sama dengan batang yang terinfeksi. Jaringan
korteks dari akar yang terinfeksi berubah menjadi coklat sampai putih. Pada
serangan lanjutan, jaringan korteks menjadi rapuh dan mudah hancur. Jaringan
stele akar terinfeksi menjadi hitam pada serangan berat (Rahayu, 1986). Hifa
umumnya berada pada jaringan korteks, endodermis, perisel, xilem dan floem.
Klamidospora sering dibentuk untuk bertahan hidup pada kondisi ekstrim. Tanda
lain dari penyakit ialah munculnya tubuh buah atau basidiokarp pada pangkal
batang kelapa sawit (Gambar 4).
Gejala penyakit Ganoderma di lahan
gambut memiliki perbedaan dengan di lahan mineral. Perbedaan ekologi antara
tanah gambut dengan tanah mineral, keistimewaan dan karakteristik lahan
menentukan perbedaan keistimewaan, karakteristik dan mekanisme persebaran Ganoderma.
Tingginya kemunculan penyakit Ganoderma pada lahan gambut kemungkinan besar
disebabkan oleh basidiospora sebagai agen penyebar, dan lahan gambut umumnya
cocok untuk perkembangan Ganoderma. Pola kemunculan gejala pada perkebunan
kelapa sawit di lahan gambut juga berbeda. Gejala serangan buruk batang atas
lebih sering terjadi, bahkan sampai lebih dari 63%. Fakta ini terlihat dari
sampel yang diambil dari Labuhan Batu, dengan perbandingan BSR:USR sebesar
37%:63% (Susanto et al., 2008). Perbandingan busuk pangkal batang dan busuk
batang atas sangat berhubungan dengan jenis lahan gambut dan tergenang atau
tidaknya dalam satu tahun. Saat tanah gambut mulai mendekati tanah mineral,
busuk pangkal batang akan meningkat, sebaliknya busuk batang atas akan menurun.
Lahan tergenang akan menyebabkan Ganoderma mati dan memperkuat mekanisme busuk
batang atas. Pola penyebaran basidiospora melalui udara membuat busuk batang
atas sebagai gejala penyakit Ganoderma.
Arti Ekonomi
Penyakit busuk pangkal batang adalah
penyakit penting yang menyebabkan kerugian besar di perkebunan kelapa sawit
(Semangun, 1990; Treu, 1998), terutama di Indonesia dan Malaysia (Turner, 1981;
Darmono, 1998b). Di beberapa perkebunan di Indonesia, penyakit ini telah
menyebabkan kematian tanaman sampai lebih dari 80% dari seluruh populasi kelapa
sawit, dan menyebabkan penurunan produk kelapa sawit per unit area (Susanto,
2002; Susanto et al., 2002b). Dahulu G. boninense dipercaya hanya menyerang
tanaman tua, namun demikian, saat ini telah dipahami bahwa patogen ini juga
menyerang tanaman tanaman belum menghasilkan (< 1 tahun). Gejala penyakit
muncul lebih cepat dan lebih berat pada generasi ketiga dan keempat (Gambar 6).
Insiden penyakit di tanaman belum menghasilkan pada generasi pertama, kedua, ketiga
dan keempat berturut-turut adalah 0, 4, 7 dan 11%. Sedangkan insiden penyakit
di tanaman menghasilkan pada generasi pertama, kedua dan ketiga secara
berturut-turut adalah 17, 18 dan 75% (Susanto et al., 2002a). Tingginya insiden
penyakit menyebabkan banyak pekebun lebih cepat melakukan tanam ulang walaupun
tanaman masih berusia 17 tahun (tanaman sehat sebenarnya masih produktif hingga
berusia 25-30 tahun).
Kerugian yang disebabkan oleh Ganoderma
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung
berupa rendahnya produksi sampai kematian tanaman, sedangkan kerugian tidak
langsung berupa penurunan bobot batang terhadap tandan kelapa sawit. Tanaman
terserang Ganoderma akan menderita akibat menurunnya bobot batang sehingga
tanaman akhirnya tidak mampu memproduksi tandan. Untuk membantu menggambarkan
kerugian yang disebabkan penyakit ini, pada perkebunan seluas 200.000 hektar
yang memasuki generasi penanaman ke tiga dan ke empat, 1000 tanaman mati atau
sekitar 6 hektar tidak menghasilkan. Kerugian akan semakin besar tahun demi
tahun secara akumulasi. Sebagai contoh, saat tahun pertama terserang 6 hektar;
tahun kedua terserang 12 hektar; dan seterusnya. Karena itu, potensi kerugian
meningkat seiring semakin tuanya tanaman, dan semakin produktifnya tanaman.
Saat ini, pertumbuhan penyakit
Ganoderma di perkebunan kelapa sawit terutama dipicu oleh generasi perkebunan.
Semakin tinggi generasi perkebunan, semakin parah serangan penyakit hingga
menyerang tanaman belum menghasilkan. Pada perkebunan kelapa sawit di lahan
gambut, perkembangan infeksi Ganoderma cenderung meningkat (Tabel 1), yang
disebabkan oleh mekanisme pemencaran melalui basidiospora.
Spesies Ganoderma yang bersifat
patogenik pada kelapa sawit memiliki kisaran inang yang luas. Pada habitat
alaminya di hutan, jamur ini dapat menyerang tanaman berkayu. Selain menyerang
E. guineensis dan Albizia sp., G. boninense dapat menyerang anggota
palem-paleman seperti Cocos nucifera, Livistona subglobosa, Casuarina tolurosa,
dan Areca spp (Gambar 8). Di daerah pesisir, dua spesies palem-paleman, dikenal
dengan nibung (Oncosperma filamentosa) dan serdang (Livistona cochichinensis),
juga terserang penyakit. Telah dilaporkan juga bahwa G. boninense dapat
menyerang Acacia mangium. Berdasarkan pengamatan, jamur ini juga dapat tumbuh
pada tunggul tanaman karet dan kakao.
Penyakit busuk pangkal batang terutama
menyebar melalui kontak akar dari tanaman sehat dengan sumber inokulum yang
dapat berupa akar atau batang sakit. Selain batang kelapa sawit, akar yang
terinfeksi merupakan inokulum utama penyakit Ganoderma pada kelapa sawit
(Hasan, 2005). Mekanisme ini didukung oleh pola persebaran penyakit yang
mengelompok. Tanaman sakit biasanya dikelilingi oleh tanaman sakit dengan
gejala lebih ringan. Banyak sekali kelapa sawit yang mati akibat busuk pangkal
batang ketika sistem under planting digunakan. Di sisi lain, basidiospora juga
telah dinyatakan memainkan peranan penting dalam menyebarkan penyakit
(Sanderson et al., 2000; Pilotti et al., 2003; Sanderson, 2005). Basidiospora
tidak selalu membentuk miselium sekunder dan tubuh buah karena memerlukan tipe
perkawinan yang sama.
Percobaan kesesuaian vetetatif dan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat
menunjukkan bahwa Ganoderma pada area tertentu memiliki perbedaan tipe
perkawinan (Pilotti et al., 2003). Begitu juga dengan agen pembeda molekuler
(PCR). Jika disebabkan oleh kontak akar, Ganoderma yang tumbuh pada tanaman
yang berdekatan seharusnya memiliki tipe yang sama. Basidiospora dibebaskan dan
menyebar secara besar-besaran pada pukul 22.00-06.00, dan lebih sedikit pada
pukul 12.00-16.00. Pemencaran ini juga dibantu oleh kumbang Oryctes rhinoceros
yang larvanya umum ditemukan pada batang kelapa sawit yang busuk. S. nigrescens
memainkan peranan paling penting dalam membantu penyebarannya di Indonesia.
Perkebunan yang banyak tunggul tanaman
karet, kelapa sawit, kakao atau tanaman hutan lainnya rawan terhadap penyakit
ini. Tunggul dapat menjadi sumber inokulum Ganoderma yang potensial. Oleh karena
itu, sangat disarankan untuk memindahkan tunggul seluruhnya pada saat melakukan
tanam ulang. Lahan budidaya sebelum tanam ulang juga mempengaruhi penyakit ini.
Semakin tua tanaman, semakin besar kerusakan yang disebabkan oleh penyakit ini.
Kerugian yang meningkat berhubungan dengan peningkatan siklus penanaman di
perkebunan, yang menunjukkan bahwa substrat semakin melimpah atau populasi
inokulum semakin banyak. Lokasi perkebunan tidak terlalu penting karena
penyakit ini dapat ditemukan pada daerah pesisir dan pedalaman. Ganoderma
dapat menyerang tanaman di seluruh tipe tanah seperti podsolik,
hidromorfik, alluvial, dan gambut. Luka dapat disebabkan oleh beberapa faktor
biologi seperti gigitan tikus, tupai, babi hutan dan serangga. Faktor kedua
adalah luka mekanik yang disebabkan oleh parang, cangkul atau alat berat.
Tindakan Pengendalian
Teknik Budidaya dan Mekanis
Untuk menurunkan serangan Ganoderma,
pangkal batang kelapa sawit perlu ditimbun dengan tanah. Hal ini untuk mencegah
infestasi basidiospora ke batang kelapa sawit. Penggalian tanah disekeliling
tanaman terinfeksi dapat megurangi terjadinya kontak akar antara tanaman sakit
dengan tanaman sehat. Penimbunan dapat memperpanjang usia produksi sampai lebih
dari 2 tahun (Ho dan Hashim, 1997). Pendekatan ini dapat menemui kegagalan
dikarenakan letak akar terinfeksi tidak diketahui. Pengurangan jumlah sumber
inokulum di perkebunan dilakukan dengan mengoleksi dan membakar tubuh buah
Ganoderma. Sebelum penanaman tanaman baru, batang kelapa sawit lama dihancurkan
secara mekanis ataupun secara kimiawi (Chung et al., 1991).
Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi telah dilakukan di
perkebunan kelapa sawit dengan metode adsorpsi atau penyiraman tanah.
Berdasarkan hasil di laboratorium, hampi semua fungisida dapat menekan G.
boninense, tetapi tidak pada aplikasi lapangan. Fungisida golongan triazole
yang meliputi triadimenol, triadimefon dan tridemorph efektif dalam menekan
pertumbuhan miselia G. boninense pada konsentrasi 5, 10 dan 25 g/ml. Fungisida
hexaconazol dengan aplikasi bertekanan tinggi tidak dapat mengendalikan
pertumbuhan Ganoderma. Hasil pemeriksaan membuktikan bahwa fungisida hanya
efektif untuk menunda serangan Ganoderma, tetapi kemampuannya untuk mengatasi
permasalahan penyakit ini di perkebunan kelapa sawit masih harus diteliti.
Pengendalian Hayati
Turner (1981) menyatakan bahwa
Trichoderma sp., Pennicilium sp., dan Gliocladium sp. bersifat antagonis
terhadap Ganoderma dan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai agen pengendali
hayati. Keefektifan Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dalam menekan
pertumbuhan beberapa penyakit tanaman telah dilaporkan, terutama untuk patogen
tular tanah. Trichoderma spp. telah banyak digunakan sebagai agen pengendali
hayati untuk penyakit layu Fusarium oxysporum pada tomat, melon dan kapas.
Selain itu juga digunakan untuk mengendalikan Rhizoctonia solani, Phytium
ultimum, Sclerotium rolfsii, Verticillium dahlia, Altenaria, dan Armillaria
mellea. Gliocladium sp. sebagai agen pengendali hayati telah digunakan untuk
menekan pertumbuhan R. solani, Sclerotinia sclerotiorum, dan S. rolfsii
(Campbell, 1989; Papavizas, 1992).
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
diuji secara in-vitro dan in-vivo pada batang kelapa sawit untuk menekan
pertumbuhan G. boninense. Kedua agen hayati memiliki potensi yang bagus dalam
pengendalian G. boninense (Abadi, 1987; Dharmaputra 1989; Hadiwiyoni et al.,
1997; Abdullah dan Ilias, 2004). Di Indonesia, kelapa sawit memiliki kadar
oksigen yang rendah pada akar yang menyebabkan penggunaan Trichoderma menjadi
kurang efektif (Widyastuti, 2006). Meskipun demikian, Soepena et al. (2000)
berhasil memformulasikan fungisida hayati menggunakan Trichoderma koningii
untuk mengendalikan BSR pada kelapa sawit. Akhir-akhir ini, Trichoderma telah
digunakan untuk mengendalikan Ganoderma di lapangan walaupun hasilnya belum
konsisten (Susanto et al., 2005).
Pengendalian Penyakit Terpadu
Sistem lubang dalam lubang (sistem
menggali lubang di dalam lubang [panjang 3.0m x lebar 3.0m x dalam 0.8m] dengan
lubang tanam standard [0.6m x 0.6m x 0.6m] didalamnya (Gambar 10)) ditambah
aplikasi Trichoderma spp. sebagai agen pengendali hayati (400g per lubang) dan
aplikasi tandan kosong (400kg per lubang per tahun) dapat digunakan sebagai
tindakan pengendalian untuk mengurangi tingkat infeksi Ganoderma (Susanto,
2002). Hal ini dikarenakan sumber inokulum berupa akar sakit telah dipindahkan
karena pada dasarnya akar tanaman kelapa sawit hanya tumbuh sampai kedalaman
80cm, dan sisa dari penyakit BSR pada lubang tanam akan dihancurkan oleh agen
pengendali hayati Trichoderma spp. Sistem ini dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya kontak akar. Bagaimanapun juga, sumber infeksi potensial masih dapat
ditemukan dari tanaman hidup yang berupa jaringan akar, bonggol dan batang
(Flood et al., 2000).
Penanaman ulang dengan sistem lubang
dalam lubang bertujuan untuk meningkatkan hasil kelapa sawit di tanah mineral
yang kurang nutrisi dan bercurah hujan rendah atau karena lahan tersebut telah
terexploitasi. Martoyo et al. (1996) melaporkan bahwa penggunaan sistem ini
mampu memberikan peningkatan produktivitas yang nyata.
Insiden penyakit BSR pada sistem lubang
dalam lubang lebih rendah (Tabel 3) dibandingkan sistem tanam dengan lubang
standard (0.73%, 2003; 0.73%, 2004; dan 1.37%, 2005) pada usia tanaman 10
tahun. Pada pengamatan tahun 2003, insiden penyakit BSR mencapai 0.29%.
Pengamatan di tahun 2004 dan 2005 juga menunjukkan nilai yang sama dengan
pengamatan di tahun 2003. Insiden penyakit mencapai 0.29% dan 0.86%
berturut-turut (Susanto et al., 2006). Di lokasi penanaman lain juga
menunjukkan hasil yang sama (Prasetyo et al., 2008)
2.
Penyakit Tajuk (crown desease)
bisanya menyerang tanaman kelapa sawit berumur 2-3 tahun. bagian yang diserang adalah pucuk yang belum membuka. penyakit ini tidak bisa diberantas, tetapi hanya bisa dilakukan pembuangan bagian yang terserang untuk memperbaiki bentuk tajuk dan mencegah infeksi sekunder dari jamurfusarium sp.
Gejala
Helai daun mulai pertengahan sampai ujung pelepah
kecil-kecil, sobek, atau tidak ada sama sekali. Pelepah yang bengkok dan tidak
berhelai daun merupakan gejala yang cukuo serius. Gejala ini tampak pada
tanaman yang berumur 2-4 tahun.
Penyebab
Gen keturunan dari tanaman induk.
Pencegahan
Menyingkirkan tanaman-tanaman induk yang mempunyai gen penyakit tersebut.
3.
penyakit busuk tandan (bunch rot)
Pengendalian Penyakit Busuk Tandan
Buah Sawit. Kelapa
sawit memiliki beberapa penyakit mulai dari bibitan hingga berproduksi.
Penyakit ini juga disebabkan oleh beberapa hal ada akibat serangan jamur,
bakteri dan virus. Penyakit kelapa sawit lebih sering terjadi pada bibitan dan
pada tanaman dewasa umunya adalah akibat serangan jamur seperti ganoderma
tetapi kali ini akan di bahas satu penyakit kelapa sawit yang menyerang tandan
buah segar yaitu sering disebut dengan busuk buah atau Marasmius.
Penyakit
busuk tandan (Marasmius-Bunch rot) terjadi disemua negara yang memiliki
komoditi kelapa sawit. Penyakit ini disebabkan oleh jamur marasmius sehingga
sering disebut dengan marasmius busuk buah. Negara yang pernah melaporkan
serangan busuk buah paling besar adalah Indonesia, Malaysia Semenanjung dan
Sabah. Serangan penyakit ini mencapai 25 % (4 - 5 tandan/pokok).
Jamur
Marasmius sebenarnya hanya menyerang tandan-tandan buah yang busuk karena tidak
di panen tetapi dalam kondisi yang lembab, miselium akan berkembang masuk ke
dalam mesokarp dan menyebabkan busuk basah. Jika tidak dikendalikan maka
patogen dapat menyebar dan menyebabkan kerusakan ke tandan-tandan buah yang ada
di atasnya.
Gejala
Serangan Jamur Marasmius
1.
Ada benang-benang jamur yang berwarna putih (miselium) mengkilat yang meluas di
permukaan tandan buah.
2.
Cendawan mengadakan penetrasi ke dalam daging buah (mesocarp) yang menyebabkan
busuk basah.
3.
Buah berubah warna mejadi coklat muda, berbeda jelas dengan warna buah sehat.
Penyakit
busuk tandan buah disebabkan oleh cendawan Marasmius palmivorus yaitu jamur
saprofit yang umumnya hidup pada bermacam-macam bahan mati. Tetapi jamur
tersebut mampu mengadakan infeksi pada jaringan hidup dan dapat berubah menjadi
parasit
Cara
Pengendalian Busuk Buah Marasmius
A.
Secara kultur teknik
1.
Menjaga jarak tanam
2.
Melakukan tunasan sesuai rotasi
3.
Menghindari buah tinggal di pokok saat panen
4.
Membuang semua buah busuk di batang
B.
Secara kimiawi
Pengendalian
secara kimia dapat dilakukan dengna menggunakan fungisida karena penyakit ini
disebabkan oleh jamur. Fungisida yang digunakan jenis yang efektif
mengendalikan jamur golongan Basidiomycetes.
4.
Blast
disease (penyakit akar)
Gejala
Tanaman tumbuh tidak normal, lemah, dan daun berubah warna
dari hijau menjadi kuning (nekrosis). Nekrosis dimulai dari ujung daun dan
beberapa hari kemudian tanaman mati. Bibit maupun tanaman dewasa yang terserang
akarnya membusuk.
Penyebab
Jamur Rhizoctania lamellifera dan Phytium sp.
Pencegahan
Melakukan budidaya yang baik merupakan cara yang efisien untuk pencegahan
penyakit ini. Tindakan tersebut antara lain dengan membuat pesemaian yang
baik agar bibit sehat dan kuat, pemberian air yang cukup dan naungan pada musim
kemarau, dan lain-lain.
5.
Basal
stem rot atau Ganoderma (penyakit busuk pangkal batang)
Gejala
Daun hijau pucat dan daun muda (janur) yang terbentuk
sedikit, Daun yang tua layu, patah pada pelepahnya, dan menggantung pada
batang. Selanjutnya pangkal batang menghitam, getah (gum= blendok) keluar dari
tempat yang terinfeksi, dan akhirnya batang membusuk dengan warna cokelat muda.
Akhirnya bagian atas tanaman berjatuhan dan batangnya roboh.
Penyebab
Jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma lucidum, dan Ganoderma
pseudofferum.
Jamur ini akan menular ke tanaman yang sehat jika akarnya
bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon yang sakit.
Pencegahan dan pemberantasan
Sebelum penanaman, sumber infeksi dibersihkan. Terutama jika
areal kelapa sawit merupakan lahan bekas kebun kelapa atau kelapa sawit,
tunggul-tunggul ini harus dibongkar serta dibakar.
Tanaman yang terserang harus dibongkar dan dibakar. Di
sekitar tanaman digali parit, dan tanaman yang belum terserang dibumbun.
6.
Upper
stem rot (penyakit busuk batang atas)
gejala
warna daun yang terbawah berubah warna dan akhirnya mati.
Keadaan ini berkembang terus sampai kuncup daun terserang. Selanjutnya terjadi
pembusukan pada batang. Batang yang membusuk, sekitar 2 m di atas tanah, akan
diwarnai cokelat keabuan
penyebab
jamur Formex noxius. Penyakit ini berhubungan erat dengan
defisiensi unsure K dan infeksi melalui spora pada saat pemangkasan.
Pemberantasan
Bagian batang yang baru terserang sedikit dapat
ditolong dengan melakukan pembedahan atau pemotongan. Luka bekas potongan
ditutupi dengn obat penutup luka (protectant), misalnya ter arang. Bila tanaman
sudah tidak dapat tertolong lagi harus dibongkar. Bagian-bagian tanaman yang
sakit diletakkan diantara barisan tanaman agar membusuk. Selain itu, penambahan
unsure hara, terutama unsure K, dapat mengurangi penderitaan pohon yang
terserang.
7.
Dry
basal rot (penyakit busuk kering pangkal batang)
Gejala
Tandan buah membusuk, pembentukan bunga terhambat dan
diikuti dengan patahnya peleph daun bagian bawah, akhirnya tanaman kering dan
mati. Jamur ini menyerang melalui akar atau bekas luka akibat pemangkasan,
masuk ke dalam kortek menuju ke pangkal batang. Tanaman yang
berumur 4-10 tahun lebih peka terhadap penyakit ini dan 2-3 tahun kemudian
terkena penyakit, tanaman dapat mati.
Penyebab
Jamur (Ceratocystis para doxa)
Pencegahan dan pemberantasan
Tanaman yang sakit harus dibongkar dan dibakar . Usaha
pencegahan denagn cara menghindarkan dari sumber infeksi dan usaha penanaman
varietas yang tahan terhadap penyakit tersebut.
8.
Spear
rot (penyakit busuk kuncup)
Gejala
Jaringan pada kuncup (spear) membusuk dan berwarna
kecokelat-cokelatan. Setelah dewasa, kuncup akan bengkok dan melengkung.
Penyebab
Belum diketahui dengan pasti sampai sekarang.
Pemberantasan
Memotong bagian kuncup yang terserang
9.
Bud
rot (penyakit busuk titik tumbuh)
Gejala
Kuncup yang ditengah membusuk sehingga mudah dicabut dan
berbau busuk. Akibat selanjutnya tanaman akan mati dan tetap akan hidup, daun
tumbuh abnormal, kerdil, dan lurus.
Penyebab
Bakteri Erwinia. Penyakit ini sering berkaitan erat dengan
serangan hama kumbang ( Oryctes rhinoceros). Setelah hama menyerang titik
tumbuh, kemudian dilanjutkan dengan serangan penyakit ini yang merupakan
serangan sekunder.
Pemberantasan
Belum ada cara efektif yang ditemukan untuk memberantas
penyakit ini.
10. Patch yellow (penyakit garis kuning)
gejala
pada daun yang terserang, tampak bercak-bercak lonjong
berwarna kuning dan ditengahnya terdapat warna cokelat. Penyakit ini sudah
menyerang pada saat bagian ujung dan belum membuka, dan akan menyebar ke helai
dan lain yang telah terbuka pada pelepah yang sama. Daun yang terserang akan
mengering dan akhirnya gugur.
Penyebab
Jamur Fusarium oxysporum. Penyakit ini menyerang tanaman
yang mempunyai kepekaan tinggi dan disebabkan oleh factor turunan.
Pencegahan
Usaha inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda, dapat
mengurangi penyakit di pesemaian dan tanaman muda di lapangan.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
makalah yang teah saya buat diatas dapat saya simpulkan bahwa penyakit Tanaman dikatakan sakit bila ada
perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan
terganggunya kegiatan fisiologis sehari-hari. Secara singkat penyakit tanaman
adalah penyimpangan dari keadaan normal” (Pracaya, 2003: 320). Suatu tanaman
dapat dikatakan sehat atau normal jika tanaman tersebut dapat menjalankan
fungsi-fungsi fisiologis dengan baik, sepertipembelahan dan perkembangan sel,
pengisapan air dan zat hara, fotosintesis dan lain-lain.
1.
Adapun
beberapa penyakit yang biasanya menggangu tanaman kelapa sawit antara lain :
Busuk Pangkal Batang (Genoderma boninense)
Busuk Pangkal Batang (Genoderma boninense)
2.
Penyakit Tajuk
(crown desease)
3.
penyakit busuk tandan
(bunch rot)
4.
Blast disease (penyakit akar)
5.
Basal stem rot atau Ganoderma (penyakit busuk
pangkal batang)
6.
Upper stem rot (penyakit busuk batang atas)
7.
Dry basal rot (penyakit busuk kering pangkal batang)
8.
Spear rot (penyakit busuk kuncup)
9.
Bud rot (penyakit busuk titik tumbuh)
10. Patch
yellow (penyakit garis kuning)
DAFTAR PUSTAKA
Setyamidjaja dan Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa sawit.
Kanisius. Yogyakarta
Anonim. 1997. Kelapa Sawit. Usaha Budidaya, Pemanfaatan
Hasil dan Aspek
Pemasaran.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar
Swadaya. Jakarta. 410
hal.
Perangin-angin, S.A. 2006. Pengendalian Gulma di Kebun
Kelapa Sawit (Elaeis
guinensis Jacq.) Kawan Batu Estate, PT. Teguh
Sempurna, Minamas
Plantation,
Kalimantan Tengah.
Zaman, F.F.S.B. 2006. Manajemen Pengendalian Gulma pada
Tanaman Belum
Mengahasilkan di
Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) PT.
Sentosa Mulia
Bahagia, Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Fakultas
Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 51 hal.
Thanks for reading & sharing RONY AGRICULTURE
gimnaa cara mmendownload file nyaaa mas
ReplyDeleteTidak bisa di download mas,alau mau tinggal di copy paste saja mas
Deleteini file emang gk bisa di copy paste ya ??
ReplyDeletedi copas juga gak bisa mas
ReplyDeleteNANTI TAK KASIH LINK DOWNLOAD NY JA MAS
DeleteLANGSUNG DI DOWNLOAD SAJA YA